Hubungan Antara Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qadar



--> Berikut ini adalah pendapat para Ulama tentang bagaimana Al Qur’an itu diturunkan, dan hubungan turunnya Al Qur'an dengan Lailatul Qadar :
1. Al Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diutus di Mekah dan Madinah. Banyak para ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling benar berdasarkan suatu riwayat dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas yang telah dikeluarkan oleh Hakim dan Baihaqi serta yang lainnya, dia mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada suatu malam ke langit dunia yaitu Lailatul Qodr kemudian diturunkan setelah itu selama dua puluh tahun kemudian dia membaca :

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Artinya : “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik .” (QS. Al Furqon : 33)
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً

Artinya : “Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra : 106)
Hakim dan Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan,”... maka Al Qur’an diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia lalu Jibril turun dengan membawanya kepada Nabi saw.’
Terdapat beberapa riwayat lain dari Ibnu Abbas dengan sanad-sanad yang tidak bermasalah yang menguatkan makna itu.
2. Al Qur’an diturunkan ke langit dunia pada 20 malam Lailatul Qodr atau 23 atau 20 atau 25—sebagaimana adanya perbedaan pendapat tentang lamanya Rasulullah saw menetap di Mekah setelah diutus—di setiap malam lailatul qodr diturunkan sejumlah tertentu sesuai dengan ketetapan Allah swt setiap tahunnya lalu turun setelah itu secara berangsur-angsur di seluruh tahunnya, demikianlah pendapat Fakhrur Rozi dan dia sendiri tidak berpendapat tentang apakah pendapat ini atau pendapat pertama yang lebih utama.
3. Al Qur’an diturunkan pertama kali pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan setelah itu dengan cara berangsru-angsur pada waktu yang berbeda-beda, demikianlah pendapat Sya’bi.
4. Al Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuz sekaligus dan malaikat-malaikat penjaga menurunkannya secara berangsur-angsur kepada jibril selama 20 malam lalu Jibril menurunkannya secara berangsur-angsur kepada Nabi saw selama 20 tahun. Ini adalah pendapat yang aneh. (Fatawa al Azhar juz VII hal 469)
Adapun yang menjadi dasar kaum muslimin didalam memperingati Nuzulul Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan dimungkinkan karena pada tanggal itu diturunkannya ayat pertama dari surat al Alaq kepada Nabi Muhammad saw,
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿١﴾
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿٢﴾
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿٣﴾
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾
عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ﴿٥﴾
Artinya : ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.” (QS. Al A’laq : 1 – 5)
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir didalam kitabnya ”Al Bidayah wa an Nihayah” menukil dari al Waqidiy dari Abu Ja’far al Baqir yang mengatakan bahwa awal diturunkannya wahyu kepada Rasulullah saw adalah pada hari senin tanggal 17 Ramadhan akan tetapi ada juga yang mengatakan tanggal 24 Ramadhan.
Wallahu A’lam


Share/Bookmark

RAMADHAN, PEMIMPIN SEGALA BULAN


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh …

Tak terasa Ramadhan 1434 H sudah 10 hari pertama berlalu, sepertinya baru kemarin saja kita memasukinya. Seperti  yang dibahas dalam artikel sebelumnya, 10 hari pertama Ramadhan adalah Rahmat, semoga kita semua senantiasa mendapat Rahmat dari Allah SWT. Amiin …

Bulan Ramadhan adalah bulan pemimpin dari segala bulan, sebagaimana sabda Rosulullah SAW  yang artinya kurang lebih sebagai berikut :

"Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, pemimpin segala bulan, maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa dengan membawa beragam keberkahan, maka alangkah mulianya tamu yang datang itu"


Dari Salman Al-Farisi berkata, Rasulullah Saw berkhutbah di akhir bulan Sya’ban : “Wahai manusia! Sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah Swt telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’ (sunnah).”

“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, maka sama dengan (pahala) orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”
“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan (syahrul muwasah) dan bulan Allah Swt memberikan rezeki kepada mukmin di dalamnya.”

“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh  pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”

Sebagaimana kita ketahui, ibadah puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim dengan penuh tanggung jawab. Ibadah yang hanya sebulan dalam setahun ini sering dijadikan tolak ukur dan ujian bagi keimanan dan ketaqwaan hamba kepada Tuhannya. Maka kita dapati berbagai perasaan yang beragam di kalangan umat Islam dalam menyambut bulan puasa ini. Ada yang begitu gembira meluap-luap dan penuh semangat, tetapi juga ada pula yang sebaliknya merasa resah dan kuatir serta ada pula yang berperasaan biasa-biasa saja cuek dan tidak peduli.
Selayaknya kita menyambut bulan ini dengan perasaan yang wajar namun logis, agar kita masuk dalam golongan orang-orang yang diberi kekuatan dan kesabaran dalam menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Perasaan tersebut harus direalisasikan secara fisik, mental dan spiritual.

Firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS Al-Baqarah 183)

Salah satu ayat yang berkenaan dengan puasa Ramadhan. Ayat diatas menyebut “orang-orang yang beriman” diwajibkan atas kamu berpuasa, jadi pantaskah kita merasa beriman jika kita tidak melakukan puasa Ramadhan?

Puasa bukan hanya untuk muslim, tetapi juga umat sebelumnya. (sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu), tetapi terdapat perbedaan dari rukun dan tata cara pastinya.

Puasa Yahudi,
Orang-orang Yahudi berpuasa dengan cara tidak makan dan minum selama sehari semalam.

Puasa Nasrani,
Mereka  melakukan dengan rela dan ikhlas berpuasa hal-hal yang disenanginya, misalnya: berpuasa merokok, berpuasa tidak makan nasi dan daging, berpuasa tidak nonton televisi dan lain sebagainya.

Puasa Zaman Jahiliyah,
Kaum Jahiliyah melakukan puasa 3 hari dalam setipa bulannya.

Karena itu, marilah kita berusaha dan berdoa agar mampu melaksanakan ibadah puasa dengan sempurna. Yang tidak mampu melaksanakan puasa karena udzur dan halangan, marilah kita ciptakan suasana menghidupkan spirit ikut melaksanakan ibadah puasa.
Semoga kita menjadi sebaik-baik umat selama bulan Ramadhan mendatang.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sumber : Khutbah Jum'at Masjid Nur Taqwa Pusdik Brimob Watukosek 


Share/Bookmark

Marhaban Ya ... Ramadhan!!

Barangsiapa berpuasa Ramadhan (penuh) 
lalu diikuti dengan berpuasa enam hari dalam bulan Syawal 
maka dia seperti berpuasa seumur hidup. 
(HR. Muslim)



Share/Bookmark

Tingkatan Puasa Ramadhan

Bulan Ramadhan akan segera kita jumpai bahkan bisa kita hitung dengan jari. Mari kita bersama sambut bulan yang penuh rahmat dan maghfirah ini dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin, mempersiapkan dohir maupun batin kita untuk menjalankan kewajiban maupun sunnah dalam bulan Ramadhan.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu pondasi dalam islam sehingga berpuasa diwajibkan bagi seluruh umat Islam yang beriman sebagaimana firman Allah SWT :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al-Baqarah 183)


Puasa juga merupakan rukun islam yang ketiga yang juga diperintahkan oleh Allah kepada kepada umat-umat terdahulu. Puasa adalah amalan yang langsung ditujukan kepada Allah sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam hadist qudsi, yang artinya kurang lebih sebagai berikut :
“puasa adalah untukKu (kata Allah) dan Akulah yang akan langsung membalasnya”

Sungguh demikian amaliyah ini sangatlah bermanfaat bagi yang menjalankannya dengan ikhlas.

Puasa dalam pandangan Imam al Ghazali, sebagaimana disebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu :

Pertama, Shaumul Awam (Puasanya orang awam), yakni puasa yang hanya menahan lapar dan dahaga dari fajar hingga tenggelamnya matahari dan tibanya waktu maghrib. Pada tingkatan inilah kebanyakan dari kita melaksanakannya.

Kedua, Shaumul Khowas (Puasanya orang Sholeh) yaitu puasa yang menahan lapar dan dahaga dan juga mempuasakan seluruh panca inderanya dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa ataupun mengurangi pahala puasa itu sendiri.

Ketiga, Shaumul Khowasul Khowas adalah puasa yang menahan lapar dan dahaga dan mempuasakan panca inderanya serta menjauhi segalasesuatu yang bersifat keduniawian. Inilah tingkatan puasa tertinggi dalam pandangan Al Ghazali yang hanya bisa diraih oleh orang-orang tertentu dan pilihan yang disebut juga “puasanya para Nabi”


Pertanyaannya, termasuk didalam kategori yang manakah kita dalam menjalankan ibadah puasa??
Semoga kita semua senantiasa mendapat rahmat dan ampunan serta dikumpulkan bersama muttaqin-muttaqin pilihan Allah SWT, dan diberi kesempatan berjumpa dengan Aidil Fitri.
Amiin Ya Robbal Alamin….

Sumber : Khutbah Jum’at Masjid Ussisa Alataqwa Kauman, Kejapanan


Share/Bookmark